Minggu ini aku belajar bahwa kita harus menghitung hari dengan penuh bijaksana. Memang ada beberapa orang umurnya mencapai 80 tahun. Tapi urusan mati dan hidup, hanya Tuhan yang tahu sampai kapan kita bisa hidup. Jika besok adalah hari terakhir kita di dunia ini, apakah kita siap?
Oleh karena itu teruslah fokuskan pikiran kita pada Tuhan. Jangan sampai kita sibuk mencari hal-hal fana yang sebenarnya tidak perlu dipikirkan. Biarlah jangan kita yang mencari berkat. Tapi biarkanlah berkat itu yang mengejar kita karena Tuhan memberkati orang benar saat mereka tidur. Susah payah tidak akan menambahinya.
Begitu juga dengan urusan hati. Sebisa mungkin bereskan masalah dengan orang lain secepatnya agar kita tidak menyesal. Jangan jadi orang Kristen yang baper. Tersinggung sedikit langsung emosi seperti anak kecil. Tentu kita benci dengan orang dewasa yang mempunyai sifat seperti anak kecil. Ingatlah kalau Tuhan begitu mengasihi kita tak peduli berapa dosa yang telah kita buat. Jadi limpahkan kasih Kristus tersebut pada orang lain supaya mereka bisa merasakannya.
Akhir kata kuucapkan selamat bertanding pada pertandingan iman yang sesungguhnya. Teruslah fokus untuk berlari pada track yang benar dan jangan biarkan sedikit hal membuyarkan fokus kita.
My Journey
Sabtu, 06 Oktober 2018
Minggu, 18 Juni 2017
My Second Year Ministry at LGF Youth Pluit
Tak terasa tepat bulan depan aku sudah melayani di LGF Youth
Pluit or call it LYT. Time flies so fast!!! Bersyukur banget karena masih
diberi kesempatan untuk melayani di tempat ini. All by His grace!
Dalam setahun belakangan ini, ada beberapa hal yang terjadi.
Namun ada satu hal perubahan drastis dalam pelayananku belakangan ini. Kalau
dulu aku hanya melayani di bidang musik yang memang menjadi kapasitasku, kali
ini aku ditantang untuk melakukan sesuatu yang melebihi limitku.
Kisah ini bermula saat suatu Sabtu sore, ketua Youthku
memanggilku. Saat itu aku tahu bahwa sepertinya ada hal penting yang ingin
dibicarakan walau ia belum mengutarakan maksudnya. Benar saja dugaanku. Aku
diminta untuk menjadi ketua COOL. Memang sih hanya COOL kecil-kecilan yang diadakan
setiap selesai ibadah. Aku sendiri merasa sangat tidak percaya diri awalnya
dengan tanggung jawab baru ini. Aku bukan orang yang pintar bercakap-cakap atau
sharing. Namun karena kupikir pengerja yang ada juga minim, maka akhirnya
kuterima tanggung jawab itu.
Awalnya aku sangat tidak enjoy dengan jabatanku yang baru
ini. Aku yang tadinya tidak pernah memulai pembicaraan harus belajar memulai
komunikasi dengan orang lain. Selain itu, jika aku biasanya paling tidak pernah
memulai chatting di WA atau line dengan orang lain, kini aku harus belajar
untuk mulai perhatian pada anak-anak COOLku dengan menjapri mereka setiap
minggunya. Yang terakhir (ini dia yang paling menyiksa), aku harus belajar
untuk sharing supaya kerohanian anak-anakku juga bisa bertumbuh. Sayangnya aku
tidak pintar menata kata-kata. Aku lebih suka mengutarakan keinginanku lewat
tulisan.
Seiring berjalannya waktu, akhirnya aku mulai bisa menikmati
tanggung jawab baru ini. Pelan-pelan anak-anak COOLku mulai bisa membalas
chat-chat yang bersifat pertanyaan pribadi.
Di tengah-tengah masa pelayananku, aku memilih untuk
mengambil ujian piano yang menurutku susah. Fakta bahwa tingkat ketidak lulusan
ujian ini cukup tinggi membuatku takut. Gara-gara ujian ini, aku sedikit mundur
dari pelayananku karena fokus utamaku adalah ujian. Aku tidak mau sampai tidak
lulus ujian ini. Akibatnya, aku mulai jarang menjapri anak-anak COOLku. Untuk
urusan diriku sendiri saja sudah pusing, apalagi kalau harus menaruh perhatian
pada anak-anak COOLku.
Kini aku sedikit menyesal dengan keegoisanku waktu itu.
Beberapa anak keluar dari COOLku. Ya memang bukan seratus persen salahku. Tapi
aku menyadari kalau kecuekanku sedikit banyak berakibat pada hal ini.
Sejak itu, aku mengkomitkan diri untuk menjapri semua
anak-anak COOLku. Ya aku tahu aku bukan ketua yang baik. Aku terlalu serius dan
tidak pandai berkata-kata. Aku juga bukan pemberi sharing yang baik. Tapi at
least, aku mau mencoba
memberkati anak-anak muda tidak hanya dengan musik, tapi
juga lewat kata-kata.
God help me to become
a better leader that can bless every young generation.
Kamis, 24 Desember 2015
Money, Money, Money
Tadi malam ada sebuah acara yang buat aku malas banget
sebenarnya buat datang. Jadi tadi aku diundang makan malam di rumah saudaraku.
Masalah makannya sih enak. Cuma ngobrolnya yang membuatku agak risih.
Seperti biasanya, semua kukuh-ku (yang sangat amat kepoh
itu) sibuk mewawancarai aku. Jujur aku paling takut deh kalau diwawancara kayak
gini. Rasanya keringat dingin langsung keluar. Pertanyaannya biasanya basa basi
dulu, lalu mulailah menjurus ke arah pertanyaan yang paling kubenci.
“Muridnya ada berapa? Seminggu
kerja berapa jam? Berapa gaji kamu sekarang?”
Ya menurut aku gaji itu kan hal yang privat ya. Mama dan
Papaku juga ngak pernah kepoh nanyain gaji saudara sepupuku. Tapi tak tahulah
setiap aku bertemu mereka, pastilah masalah gaji ini akan disinggung.
Sepertinya yang ada di pikiran mereka hanya uang, uang, uang. Mungkin mereka
belum sadar kalau uang itu ngak akan dibawa mati kok.
Sebenarnya aku bukan risih karena gajiku lebih kecil dari
yang lain. Tapi aku risih karena pertanyaan itu terkadang membuatku menjadi
sombong. Dulu waktu aku SD - SMA, keluargaku sering dikucilkan. Jika
dibandingkan dengan usaha semua kukuh-kukuh-ku, usaha Papaku paling kurang.
Jika dibandingkan dengan kepintaran semua saudara sepupuku, aku adalah si anak
bontot yang sering remedial. Sedih banget yah.
Tapi sekarang, sekali lagi karena anugerah dan berkat Tuhan
dan doa Mamaku juga, Tuhan mulai memberikan berkat yang melebihi ekspektasi aku.
Jujur ini bukan karena koneksiku banyak. Bukan juga karena aku pintar. Tapi ini
karena Tuhan yang mengirimkan murid yang entah dari mana. Walaupun aku sering
merasa minder karena takut ngak diterima sama orang tua murid , syukurlah orang
tua mulai mempercayakan anak mereka padaku. Menurutku keminderan ini wajar
karena kalau orang lain lihat muka dan badan aku, pasti dikira aku anak SMA. Ya
inilah derita punya muka awet muda. Tapi ya sudahlah aku syukuri saja ya.
Balik lagi ke persoalan perbincangan tadi malam. Jujur
ketika ditanya gaji, aku sering kali sombong. Ya aku tahu ini bukan karena
kekuatanku. Tapi roh kesombongan ini sulit sekali untuk ditaklukkan. Aku
langsung menengking roh-roh itu. Aku takut banget kejadian waktu kuliah
terulang kembali (baca artikel “Testimoni Merry Riana”). Aku ngak mau sampai
jatuh dulu karena ditampar Tuhan. Tapi ya tetap sajalah ada sedikit roh sombong
dalam diri aku karena daging itu lemah.
Sekarang aku mengerti kenapa Alkitab bilang orang kaya susah
masuk surga. Mungkin karena harta mereka banyak, mereka jadi sombong dan sulit
untuk memberikan harta mereka pada orang lain saking banyaknya. Ya mereka (dan
aku tentunya) harus meminta Roh Kudus untuk mengubah hati mereka agar menjadi
tetap rendah hati seperti padi. Karena rasanya sulit sekali untuk menakhlukkan
roh kesombongan ini.
Aku juga belum sempurna. Sering kali aku jatuh dalam dosa
ini. Tapi setiap kali aku sombong, aku langsung ingat aku ngak mau ditampar
dulu sama Tuhan, baru jadi rendah hati. Please help me oh God.
Sabtu, 28 November 2015
Bless The Lord Oh My Soul
“Pujilah Tuhan hai jiwaku!”
Itulah renungan yang aku dapat minggu ini. Renungan itu
berkata kalau saat pikiran kita mulai memikirkan hal-hal yang tidak perlu kita
pikirkan, kita harus segera memuji Tuhan. Lebih baik kita menyerahkan masalah
tersebut kepada Tuhan karena semua itu akan membuat kita pikiran kita lebih
relax. Memang masalah kita tidak akan langsung selesai. Tapi percayalah, ada
rasa damai sejahtera yang Ia berikan saat kita berserah pada-Nya.
Hari ini aku benar-benar diuji oleh Tuhan. Aku dites apakah
aku bisa mengaplikasikan renungan itu atau tidak. Jadi ceritanya aku ini sedang
les piano. Selain meng-up grade skill, sebenarnya tujuan utamaku adalah
memperoleh sertifikat yang lebih tinggi lagi. Jadi kan lebih gampang kalau
ngelamar pekerjaan dan gajinya juga pasti lebih tinggi.
Sayangnya seperti keinginan tersebut harus tertunda. Guruku
memberiku lagu-lagu untuk mengup-grade skill-ku dulu. Setelah dirasanya
skill-ku cukup, barulah aku bisa mengambil ujian tersebut. Awalnya, aku oke
saja dengan keputusan ini. Aku setuju banget kalau teknikku sudah sangat bagus,
main lagu apa juga gampang.
Namun entah mengapa kemarin aku rasanya sudah sangat tidak
sabar ingin cepat-cepat mempersiapkan lagu untuk ujian di mana aku dapat
memperoleh sertifikat yang aku inginkan. Alasannya untuk kursus piano ini, Papa
harus menghabiskan uang yang tidak sedikit. Memang ya kalau mau belajar piano
perlu biaya yang sangat banyak. Pokoknya aku sangat stress banget memikirkan
ini.
Akhirnya, aku iseng tanya ke kakak kelasku yang juga sedang
mempersiapkan ujian yang sama tapi dengan guru yang berbeda. Ternyata
persiapannya sudah lumayan. Sedangkan aku belum mulai sama sekali. Wah aku
langsung stress begitu tahu kabar ini. Mulailah timbul niat kalau aku mau ganti
guru saja. Aku pokoknya hanya ingin mempersiapkan ujian tersebut karena aku
ngak mau buang-buang uang lagi.
Aku sedikit flash back ya. Biasanya sebelum les, aku
menunggu sebentar di ruang tamu karena biasanya aku selalu datang 15 menit
lebih pagi dari jam les. Saat aku sedang melihat ke jendela, tiba-tiba
kurasakan hadirat Tuhan turun dan tiba-tiba Tuhan menaruh perkataan seperti ini
dalam hatiku. “Ini adalah tempat les yang cocok denganmu”. Kejadian ini langka
lho. Ngak biasanya aku hanya lagi bengong-bengong saja (tanpa berdoa) lalu
Tuhan tiba-tiba berkata padaku. Sejak saat itu, aku yakin banget kalau guruku
pasti bisa membuat kemampuanku berkembang dengan cepat. Namun keyakinan itu
bisa berubah hanya karena kekuatiranku yang tak sabaran.
Barulah kusadari kalau Tuhan mengingatkan aku pada renungan
yang aku dapat minggu ini. “Pujilah Tuhan hai jiwaku!” Saat aku memikirkan
kekuatiran yang ada (sedang dialihkan oleh iblis), Tuhan memintaku untuk
langsung memuji Tuhan. Aku diminta untuk menyerahkan semuanya ke tangan Tuhan
karena Ia yang tahu kapan waktuku untuk mempersiapkan ujian. Aku percaya
waktu-Nya selalu tepat.
Sampai kini aku kadang masih kuatir juga. Tapi aku langsung
ingat untuk memuji Tuhan. Dengan memuji Tuhan, aku belajar untuk duduk diam
dalam hadirat Tuhan. Dan rasanya benar-benar damai sejahtera itu langsung
memenuhi hatiku. Terima kasih, Tuhan! I will bless Your name with my soul.
Selasa, 03 November 2015
Forgive or Not?
Ada pepatah yang berkata seperti ini. “Hati-hati lho dengan
orang yang diam karena biasanya mereka akan menaruh dendam dalam hati.”
Menurutku pepatah ini benar sekali. Kalau minta testimoni orang terhadap diriku
mungkin kata pertama yang mencerminkan aku adalah pendiam. Ya aku memang orang
pendiam. Terutama pada orang-orang yang tak terlalu sering kutemui. Aku hanya
bisa banyak bicara pada orang-orang yang sudah sangat dekat saja.
Aku punya satu dosa yang sangat sulit untuk dihilangkan,
yaitu dendam. Ya sampai sekarang terkadang aku masih ingat pada luka lamaku
yang telah terjadi kira-kira lima sampai delapan tahun yang lalu. Aku ngak bisa
cerita apa itu luka lamaku secara detail di sini karena ini sifatnya privacy.
Tapi luka itu membuat aku sangat sulit bergaul dengan orang baru. Luka itu juga
membuatku tidak berani mengemukakan ideku sendiri karena aku pikir orang lain
pasti akan menganggap kalau aku salah. Jadi aku memilih untuk ikut-ikut saja.
Sebenarnya aku hampir saja tidak lagi memikirkan luka tersebut
karena disibukkan oleh pekerjaan. Tapi beberapa minggu yang lalu, lukaku
kembali tergores dengan sangat dalam. Jadi ceritanya Youth di gerejaku akan
mengadakan retret di bulan November. Aku terus terang ingin ikut sebenarnya.
Tapi dilarang oleh Mama karena tiga minggu sesudahnya aku akan wisuda dan
konser. Jadi aku harus tetap sehat. Papa tak sependapat denganku. Menurutnya
ini adalah sarana untukku lebih dekat lagi dengan anak-anak Youth. Lalu ia
mulai mengoceh bahwa aku kini lebih sering menghabiskan waktu di rumah daripada
pergi ke luar dengan teman-teman. Ya kuakui memang ocehan itu ada benarnya
juga. Aku malas pergi dengan teman-teman karena aku tak ingin lagi membuka luka
lamaku itu.
Malam itu, aku tak bisa tidur hingga pukul setengah dua
malam karena aku jadi teringat lagi dengan luka tersebut. Muka orang-orang yang
menorehkan luka dalam hatiku mulai bermunculan dan seketika rasa benciku pada
mereka langsung timbul. Mereka yang menyebabkan aku jadi orang yang sulit
bergaul. Mereka yang menyebabkan aku jadi orang yang tidak berani mengemukakan
pendapat. Semua ini gara-gara mereka!
Namun tiba-tiba Tuhan mengingatkanku bahwa aku harus tetap
mengasihi mereka sama seperti Ia telah mengasihiku. Luka tersebut memang
sengaja diberikan Tuhan agar aku belajar mengampuni orang-orang tersebut. Kalau
Tuhan sudah memaafkan aku untuk setiap kesalahan yang telah kubuat setiap
harinya, masa iya aku tak bisa memaafkan sedikit kesalahan mereka padaku.
Justru aku harus mengampuni mereka agar mereka bisa merasakan kasih Tuhan. Lagipula
aku seram juga kalau nanti dosaku jadi tidak diampuni karena aku tidak
mengampuni mereka. Kalau dipikir-pikir malah aku yang rugi kalau aku masih
dendam sama mereka. Merekanya malah mungkin sudah lupa apa yang mereka lakukan.
Ya sampai sekarang aku masih kesal kalau ingat luka itu.
Tapi aku langsung ingat kalau aku harus mengampuni dan memberkati mereka karena
bisa jadi mereka tidak sadar akan apa yang mereka perbuat. Malah mungkin aku
yang harusnya berterima kasih pada mereka karena mereka telah menjadi booster-ku dalam pertandingan untuk meraih mahkota kemuliaanku.
Minggu, 01 November 2015
Hectic October
Hai semuanya! Seperti biasa di artikel kali ini aku mau
cerita tentang perenungan yang aku dapatkan dari bulan ini.
Bulan ini adalah bulan yang cukup hectic buatku. Tuhan
ternyata telah menjawab semua pergumulanku selama ini (baca blog yang judulnya
“Belajar Dari Hati” ya kalau mau tahu apa masalahku). Ia telah
menambah-nambahkan murid yang sampai saat ini aku masih amaze banget dan ngak
habis pikir. Semua murid-muridku tak pernah kukenal sebelumnya. Jadi semuanya
didapat dari iklan di internet dan dikenalkan guru di tempatku mengajar.
Dalam kondisi seperti ini, jujur aku rasanya ngak bisa
berhenti mengucap syukur buat berkat-Nya yang sama sekali aku ngak pernah
pikirkan sebelumnya. Ini sangat sangat jauh melebihi ekspektasi. Saking
jauhnya, aku sendiri mulai kewalahan untuk meng-handle murid-murid ini.
Jadwalku langsung bertambah padat. Ditambah lagi aku harus latihan dengan giat
karena aku harus improve teknik permainanku agar aku bisa mengajarkan teknik
yang benar ke semua murid-murid. Tak hanya latihan piano klasik saja. Aku juga
biasa menyisihkan waktu untuk berlatih piano pop karena sekarang aku kan sudah
pelayanan. Jadi aku mau memaksimalkan talenta yang ada dalam diriku. Jadwalku
bertambah padat karena aku juga masih harus ikut persekutuan, doa pengerja dan
training di gereja. Akibatnya aku sering kali tidur jam dua belas dan bangun
jam enam pagi supaya aku punya waktu untuk belajar banyak.
Sayangnya badanku rasanya belum bisa menyesuaikan dengan
jadwalku yang padat ini. Aku akhirnya sakit selama dua minggu ini. Ngak enak banget sebenarnya karena sebagai guru, aku harus menghabiskan energiku dengan terus ngomong. Karena tak ingin sakitku bertambah parah, akhirnya aku tidur-tiduran di sela waktu mengajar. Jujur aku paling kesal kalau
sudah seperti ini. Aku paling ngak suka tidur siang karena biasanya di saat
seperti itu otakku akan bekerja dengan super aktif. Aku mulai memikirkan
kekhawatiran masa depan yang sebenarnya masih belum kupikirkan karena Tuhanlah
sutradara atas hidup kita.
Di saat seperti ini, muncullah suatu pemikiran “Coba kalau
ngak ikut pelayanan. Pasti jadwalku ngak akan sesibuk sekarang.” Memang
awal-awal pelayanan aku agak kurang srek sebenarnya dengan jemaat-jemaat yang
ada. Mereka masih SMP atau SMA. Agak berbeda dengan kondisi waktu aku ada di komunitas
rohani yang sebelumnya. Tapi entah mengapa Tuhan menaruh dalam hatiku bahwa
panggilanku di situ. Memang aku telah bertumbuh banyak di komunitas sebleumnya.
Tapi kalau Tuhan minta aku pindah, itu berarti Tuhan ingin aku dipakai secara
maksimal di tempat yang baru. Jadilah aku pindah ke komunitas baru.
Balik lagi ke pemikiran tadi. Kalau dipikir-pikir
pemikiranku ini egois sekali ya. Tuhan sudah memberiku talenta secara gratis
dan aku seenaknya saja menyia-nyiakan talenta itu. Aku berniat untuk tidak
memakai talenta itu untuk membuat hati banyak generasi muda lebih dekat lagi
dengan Tuhan. Padahal Tuhan sudah memberiku kemampuan yang terus terang aku
juga bingung kok bisa aku belajar secepat itu. Sebelum aku pelayanan, aku sama
sekali ngak bisa transpose. Tapi sekarang, aku mulai pelan-pelan terlatih. Dulu
aku juga suka salah memainkan chord dari sebuah lagu. Tapi sekarang kesalahanku
mulai berkurang walaupun belum dalam tingkat sempurna.
Jadi aku mau bersyukur untuk setiap kesempatan yang sudah Ia
beri. Ngak semua orang punya kesempatan untuk melayani Tuhan dan aku telah
dipercayakan untuk melayani-Nya dengan cara yang ajaib. Aku mau saat aku
dipanggil nanti Tuhan tersenyum karena aku telah melipat gandakan talenta yang
Ia beri.
Langganan:
Postingan (Atom)