Testimoniku dan Merry Riana
Namaku Debora. Aku adalah mahasiswa UPH jurusan musik dengan
instrumen mayor piano yang baru saja lulus sidang. Aku menulis ini adalah untuk
memberkati orang yang membaca tulisanku. Aku ingin seperti Merry Riana yang
dipakai hidupnya untuk memberkati orang lain.
Pertama kali aku
tertarik mendengar kisah Merry Riana adalah karena pembicaraan banyak orang.
Banyak yang mengatakan bahwa Merry Riana telah mengubah hidup banyak orang. Aku
pun jadi ikut tertarik membaca kisah Merry Riana. Buku pertama dari Merry Riana
yang aku baca adalah “A Gift from A Friend”.
Dari buku itu, aku belajar bahwa kita harus mempunyai mimpi
yang besar dan berusaha keras untuk mencapai mimpi tersebut. Setelah membaca
buku ini, aku langsung membuat mimpi kalau aku harus mendapat IP lebih dari
3,75 setiap semesternya. Alasannya adalah karena kampusku membuat peraturan
bahwa jika mahasiswanya berhasil meraih IP lebih dari 3,75, pihak kampus akan
memberi beasiswa penuh selama satu semester. Jika ingin mempertahankannya, kita
harus terus mendapat IP lebih dari 3,75 di semester berikutnya.
Awalnya aku berhasil mendapat IP lebih dari 3,75 di semester
pertama dan kedua. Bahkan aku berhasil meraih nilai tertinggi di tahun
pertamaku. Jujur ini adalah hasil yang di luar dugaan karena aku bukan anak
yang pintar sewaktu SMA. Sewaktu SMA, aku akan sangat senang kalau hasil
ulangan Biologi, Matematika, Fisika dan Kimiaku mendapat nilai lebih dari
standar kelulusan yaitu 65. Jadi kalau aku mendapat nilai 66 saja aku sudah
sangat senang.
Aku menyadari alasan aku bisa mendapat nilai tinggi saat
kuliah adalah karena aku punya mimpi dan tahu persis tujuanku saat aku kuliah.
Selain itu, aku berusaha keras menggapai mimpiku. Aku sampai menghabiskan waktu
enam jam sehari untuk berlatih piano di ruang latihan di mana teman-temanku
yang lain lebih banyak menghabiskan waktunya ke mall. Aku juga sering
mengerjakan tugas sambil makan malam. Karena aku merasa aku harus berjuang
keras, aku juga mulai meninggalkan komunitas di gerejaku.
Sayangnya prestasi ini malah membuatku menjadi orang yang
sombong dan tidak peka dengan teman-temanku. Pernah sekali aku mengatakan pada
temanku yang mendapat nilai jelek sewaktu ujian seperti ini. “Mankanya lu harus
belajar yang rajin kayak gua. Sedikit lagi gua bisa dapat beasiswa.” Jujur aku
juga lupa pernah mengatakan ini karena perkataan ini keluar dengan tidak
sengaja. Namun temanku terus mengingatnya karena perkataan ini melukakan
hatinya.
Aku juga berubah menjadi orang yang selalu berpikir aku bisa
melakukan ini karena hasil kerja kerasku. Aku lupa bahwa aku tak bisa sampai di
sini karena penyertaan Tuhan.
Selain itu, kehidupannku saat itu menjadi dipenuhi dengan
rasa stress. Aku terus memikirkan strategi bagaimana aku bisa memperoleh nilai tinggi
baik saat mandi maupun saat aku jalan dari rumah ke kampus. Otakku rasanya
tidak mau berhenti bekerja. Akibatnya aku mengalami kesulitan saat tidur.
Tuhan mungkin mau menyadarkanku bahwa aku sangat egois dan
merubah sifatku. Ia membuat nilaiku jatuh di semester tiga. Memang tidak jatuh
sekali. Tapi perbedaannya sangat signifikan. Jujur aku sangat terpuruk saat
itu. Teman-temanku juga tidak ada yang menghiburku karena satu per satu dari
mereka mulai menganggap aku bisa berdiri sendiri. Mereka menganggapku terlalu
individualis.
Aku bersyukur akhirnya aku menemukan e-book dari Merry Riana
yang berjudul “Dare to Dream Big”. Di situ tertulis bahwa ketika kita sukses,
kita harus persembahkan itu untuk kemuliaan Tuhan. Aku menyadari bahwa
motivasiku bermimpi saat itu adalah untuk membuktikan kalau aku anak yang
pintar. Padahal seharusnya, aku melakukan ini semua untuk membuktikan kebesaran
Tuhan.
Aku pun tak mau lagi berjuang mati-matian demi nilai. Aku
mau hidupku menjadi berkat buat orang-orang di sekitarku hingga nama Tuhan yang
dimuliakan. Aku pun kembali ke komunitas di gerejaku. Teman-temanku juga mau
menerimaku lagi.
Di semester enam, aku harus mengadakan konser tunggal
sebagai tugas dari kampus. Aku mempersiapkannya dari jauh-jauh hari seperti aku
tidak bisa konser lagi seumur hidupku. Aku mempersiapkan poster, baju dan
sepatu yang dipakai dan buku acara setengah tahun sebelumnya. Tak lupa aku juga
berlatih sangat keras untuk mempersiapkan konser ini karena kunci supaya bisa
bermain piano dengan baik adalah berlatih.
Bulan pun berganti bulan. Tak terasa sebulan lagi hari
konserku tiba dan aku merasa persiapanku sudah sangat matang. Namun, dua minggu
sebelum hari konserku, nenekku divonis terkena kanker stadium tiga. Jujur ini
adalah berita mengejutkkan karena nenekku memiliki pola hidup yang sangat
sehat. Ia selalu makan sayur dan tidak memakan gorengan. Di sini, Mama sangat
terpukul melihat nenek terkena penyakit itu. Melihat Mama seperti itu, aku pun
juga ikut-ikutan down. Semangatku
untuk mengadakan konser langsung runtuh.
Untungnya Tuhan masih sayang denganku. Ia mengirimku teman
dari komunitas yang menguatkanku. Ia berkata bahwa aku harus melakukan ini
untuk kemuliaan nama Tuhan. Anggap ini kesempatan kedua untuk melayaninya.
Mendadak aku langsung teringat dengan perkataan Merry Riana yang ada di e-book.
Puji syukur pada Tuhan akhirnya konserku berjalan dengan
sangat lancar. Sama sekali tidak ada yang kurang dari konser tersebut. Malah
menurutku hasilnya lebih baik dari latihanku. Tapi sekali lagi aku tak mau
sombong. Aku persembahkan semuanya untuk kemuliaan Tuhan.