Rabu, 27 Mei 2015

All to Him Only


Testimoniku dan Merry Riana

Namaku Debora. Aku adalah mahasiswa UPH jurusan musik dengan instrumen mayor piano yang baru saja lulus sidang. Aku menulis ini adalah untuk memberkati orang yang membaca tulisanku. Aku ingin seperti Merry Riana yang dipakai hidupnya untuk memberkati orang lain.

 Pertama kali aku tertarik mendengar kisah Merry Riana adalah karena pembicaraan banyak orang. Banyak yang mengatakan bahwa Merry Riana telah mengubah hidup banyak orang. Aku pun jadi ikut tertarik membaca kisah Merry Riana. Buku pertama dari Merry Riana yang aku baca adalah “A Gift from A Friend”.

Dari buku itu, aku belajar bahwa kita harus mempunyai mimpi yang besar dan berusaha keras untuk mencapai mimpi tersebut. Setelah membaca buku ini, aku langsung membuat mimpi kalau aku harus mendapat IP lebih dari 3,75 setiap semesternya. Alasannya adalah karena kampusku membuat peraturan bahwa jika mahasiswanya berhasil meraih IP lebih dari 3,75, pihak kampus akan memberi beasiswa penuh selama satu semester. Jika ingin mempertahankannya, kita harus terus mendapat IP lebih dari 3,75 di semester berikutnya.

Awalnya aku berhasil mendapat IP lebih dari 3,75 di semester pertama dan kedua. Bahkan aku berhasil meraih nilai tertinggi di tahun pertamaku. Jujur ini adalah hasil yang di luar dugaan karena aku bukan anak yang pintar sewaktu SMA. Sewaktu SMA, aku akan sangat senang kalau hasil ulangan Biologi, Matematika, Fisika dan Kimiaku mendapat nilai lebih dari standar kelulusan yaitu 65. Jadi kalau aku mendapat nilai 66 saja aku sudah sangat senang.

Aku menyadari alasan aku bisa mendapat nilai tinggi saat kuliah adalah karena aku punya mimpi dan tahu persis tujuanku saat aku kuliah. Selain itu, aku berusaha keras menggapai mimpiku. Aku sampai menghabiskan waktu enam jam sehari untuk berlatih piano di ruang latihan di mana teman-temanku yang lain lebih banyak menghabiskan waktunya ke mall. Aku juga sering mengerjakan tugas sambil makan malam. Karena aku merasa aku harus berjuang keras, aku juga mulai meninggalkan komunitas di gerejaku.

Sayangnya prestasi ini malah membuatku menjadi orang yang sombong dan tidak peka dengan teman-temanku. Pernah sekali aku mengatakan pada temanku yang mendapat nilai jelek sewaktu ujian seperti ini. “Mankanya lu harus belajar yang rajin kayak gua. Sedikit lagi gua bisa dapat beasiswa.” Jujur aku juga lupa pernah mengatakan ini karena perkataan ini keluar dengan tidak sengaja. Namun temanku terus mengingatnya karena perkataan ini melukakan hatinya. 

Aku juga berubah menjadi orang yang selalu berpikir aku bisa melakukan ini karena hasil kerja kerasku. Aku lupa bahwa aku tak bisa sampai di sini karena penyertaan Tuhan.

Selain itu, kehidupannku saat itu menjadi dipenuhi dengan rasa stress. Aku terus memikirkan strategi bagaimana aku bisa memperoleh nilai tinggi baik saat mandi maupun saat aku jalan dari rumah ke kampus. Otakku rasanya tidak mau berhenti bekerja. Akibatnya aku mengalami kesulitan saat tidur.

Tuhan mungkin mau menyadarkanku bahwa aku sangat egois dan merubah sifatku. Ia membuat nilaiku jatuh di semester tiga. Memang tidak jatuh sekali. Tapi perbedaannya sangat signifikan. Jujur aku sangat terpuruk saat itu. Teman-temanku juga tidak ada yang menghiburku karena satu per satu dari mereka mulai menganggap aku bisa berdiri sendiri. Mereka menganggapku terlalu individualis.

Aku bersyukur akhirnya aku menemukan e-book dari Merry Riana yang berjudul “Dare to Dream Big”. Di situ tertulis bahwa ketika kita sukses, kita harus persembahkan itu untuk kemuliaan Tuhan. Aku menyadari bahwa motivasiku bermimpi saat itu adalah untuk membuktikan kalau aku anak yang pintar. Padahal seharusnya, aku melakukan ini semua untuk membuktikan kebesaran Tuhan.

Aku pun tak mau lagi berjuang mati-matian demi nilai. Aku mau hidupku menjadi berkat buat orang-orang di sekitarku hingga nama Tuhan yang dimuliakan. Aku pun kembali ke komunitas di gerejaku. Teman-temanku juga mau menerimaku lagi.

Di semester enam, aku harus mengadakan konser tunggal sebagai tugas dari kampus. Aku mempersiapkannya dari jauh-jauh hari seperti aku tidak bisa konser lagi seumur hidupku. Aku mempersiapkan poster, baju dan sepatu yang dipakai dan buku acara setengah tahun sebelumnya. Tak lupa aku juga berlatih sangat keras untuk mempersiapkan konser ini karena kunci supaya bisa bermain piano dengan baik adalah berlatih.

Bulan pun berganti bulan. Tak terasa sebulan lagi hari konserku tiba dan aku merasa persiapanku sudah sangat matang. Namun, dua minggu sebelum hari konserku, nenekku divonis terkena kanker stadium tiga. Jujur ini adalah berita mengejutkkan karena nenekku memiliki pola hidup yang sangat sehat. Ia selalu makan sayur dan tidak memakan gorengan. Di sini, Mama sangat terpukul melihat nenek terkena penyakit itu. Melihat Mama seperti itu, aku pun juga ikut-ikutan down. Semangatku untuk mengadakan konser langsung runtuh.

Untungnya Tuhan masih sayang denganku. Ia mengirimku teman dari komunitas yang menguatkanku. Ia berkata bahwa aku harus melakukan ini untuk kemuliaan nama Tuhan. Anggap ini kesempatan kedua untuk melayaninya. Mendadak aku langsung teringat dengan perkataan Merry Riana yang ada di e-book.

Puji syukur pada Tuhan akhirnya konserku berjalan dengan sangat lancar. Sama sekali tidak ada yang kurang dari konser tersebut. Malah menurutku hasilnya lebih baik dari latihanku. Tapi sekali lagi aku tak mau sombong. Aku persembahkan semuanya untuk kemuliaan Tuhan.