Ada pepatah yang berkata seperti ini. “Hati-hati lho dengan
orang yang diam karena biasanya mereka akan menaruh dendam dalam hati.”
Menurutku pepatah ini benar sekali. Kalau minta testimoni orang terhadap diriku
mungkin kata pertama yang mencerminkan aku adalah pendiam. Ya aku memang orang
pendiam. Terutama pada orang-orang yang tak terlalu sering kutemui. Aku hanya
bisa banyak bicara pada orang-orang yang sudah sangat dekat saja.
Aku punya satu dosa yang sangat sulit untuk dihilangkan,
yaitu dendam. Ya sampai sekarang terkadang aku masih ingat pada luka lamaku
yang telah terjadi kira-kira lima sampai delapan tahun yang lalu. Aku ngak bisa
cerita apa itu luka lamaku secara detail di sini karena ini sifatnya privacy.
Tapi luka itu membuat aku sangat sulit bergaul dengan orang baru. Luka itu juga
membuatku tidak berani mengemukakan ideku sendiri karena aku pikir orang lain
pasti akan menganggap kalau aku salah. Jadi aku memilih untuk ikut-ikut saja.
Sebenarnya aku hampir saja tidak lagi memikirkan luka tersebut
karena disibukkan oleh pekerjaan. Tapi beberapa minggu yang lalu, lukaku
kembali tergores dengan sangat dalam. Jadi ceritanya Youth di gerejaku akan
mengadakan retret di bulan November. Aku terus terang ingin ikut sebenarnya.
Tapi dilarang oleh Mama karena tiga minggu sesudahnya aku akan wisuda dan
konser. Jadi aku harus tetap sehat. Papa tak sependapat denganku. Menurutnya
ini adalah sarana untukku lebih dekat lagi dengan anak-anak Youth. Lalu ia
mulai mengoceh bahwa aku kini lebih sering menghabiskan waktu di rumah daripada
pergi ke luar dengan teman-teman. Ya kuakui memang ocehan itu ada benarnya
juga. Aku malas pergi dengan teman-teman karena aku tak ingin lagi membuka luka
lamaku itu.
Malam itu, aku tak bisa tidur hingga pukul setengah dua
malam karena aku jadi teringat lagi dengan luka tersebut. Muka orang-orang yang
menorehkan luka dalam hatiku mulai bermunculan dan seketika rasa benciku pada
mereka langsung timbul. Mereka yang menyebabkan aku jadi orang yang sulit
bergaul. Mereka yang menyebabkan aku jadi orang yang tidak berani mengemukakan
pendapat. Semua ini gara-gara mereka!
Namun tiba-tiba Tuhan mengingatkanku bahwa aku harus tetap
mengasihi mereka sama seperti Ia telah mengasihiku. Luka tersebut memang
sengaja diberikan Tuhan agar aku belajar mengampuni orang-orang tersebut. Kalau
Tuhan sudah memaafkan aku untuk setiap kesalahan yang telah kubuat setiap
harinya, masa iya aku tak bisa memaafkan sedikit kesalahan mereka padaku.
Justru aku harus mengampuni mereka agar mereka bisa merasakan kasih Tuhan. Lagipula
aku seram juga kalau nanti dosaku jadi tidak diampuni karena aku tidak
mengampuni mereka. Kalau dipikir-pikir malah aku yang rugi kalau aku masih
dendam sama mereka. Merekanya malah mungkin sudah lupa apa yang mereka lakukan.
Ya sampai sekarang aku masih kesal kalau ingat luka itu.
Tapi aku langsung ingat kalau aku harus mengampuni dan memberkati mereka karena
bisa jadi mereka tidak sadar akan apa yang mereka perbuat. Malah mungkin aku
yang harusnya berterima kasih pada mereka karena mereka telah menjadi booster-ku dalam pertandingan untuk meraih mahkota kemuliaanku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar