Kamis, 24 Desember 2015

Money, Money, Money


Tadi malam ada sebuah acara yang buat aku malas banget sebenarnya buat datang. Jadi tadi aku diundang makan malam di rumah saudaraku. Masalah makannya sih enak. Cuma ngobrolnya yang membuatku agak risih.

Seperti biasanya, semua kukuh-ku (yang sangat amat kepoh itu) sibuk mewawancarai aku. Jujur aku paling takut deh kalau diwawancara kayak gini. Rasanya keringat dingin langsung keluar. Pertanyaannya biasanya basa basi dulu, lalu mulailah menjurus ke arah pertanyaan yang paling kubenci.

“Muridnya ada berapa? Seminggu kerja berapa jam? Berapa gaji kamu sekarang?”

Ya menurut aku gaji itu kan hal yang privat ya. Mama dan Papaku juga ngak pernah kepoh nanyain gaji saudara sepupuku. Tapi tak tahulah setiap aku bertemu mereka, pastilah masalah gaji ini akan disinggung. Sepertinya yang ada di pikiran mereka hanya uang, uang, uang. Mungkin mereka belum sadar kalau uang itu ngak akan dibawa mati kok.

Sebenarnya aku bukan risih karena gajiku lebih kecil dari yang lain. Tapi aku risih karena pertanyaan itu terkadang membuatku menjadi sombong. Dulu waktu aku SD - SMA, keluargaku sering dikucilkan. Jika dibandingkan dengan usaha semua kukuh-kukuh-ku, usaha Papaku paling kurang. Jika dibandingkan dengan kepintaran semua saudara sepupuku, aku adalah si anak bontot yang sering remedial. Sedih banget yah.

Tapi sekarang, sekali lagi karena anugerah dan berkat Tuhan dan doa Mamaku juga, Tuhan mulai memberikan berkat yang melebihi ekspektasi aku. Jujur ini bukan karena koneksiku banyak. Bukan juga karena aku pintar. Tapi ini karena Tuhan yang mengirimkan murid yang entah dari mana. Walaupun aku sering merasa minder karena takut ngak diterima sama orang tua murid , syukurlah orang tua mulai mempercayakan anak mereka padaku. Menurutku keminderan ini wajar karena kalau orang lain lihat muka dan badan aku, pasti dikira aku anak SMA. Ya inilah derita punya muka awet muda. Tapi ya sudahlah aku syukuri saja ya.

Balik lagi ke persoalan perbincangan tadi malam. Jujur ketika ditanya gaji, aku sering kali sombong. Ya aku tahu ini bukan karena kekuatanku. Tapi roh kesombongan ini sulit sekali untuk ditaklukkan. Aku langsung menengking roh-roh itu. Aku takut banget kejadian waktu kuliah terulang kembali (baca artikel “Testimoni Merry Riana”). Aku ngak mau sampai jatuh dulu karena ditampar Tuhan. Tapi ya tetap sajalah ada sedikit roh sombong dalam diri aku karena daging itu lemah.

Sekarang aku mengerti kenapa Alkitab bilang orang kaya susah masuk surga. Mungkin karena harta mereka banyak, mereka jadi sombong dan sulit untuk memberikan harta mereka pada orang lain saking banyaknya. Ya mereka (dan aku tentunya) harus meminta Roh Kudus untuk mengubah hati mereka agar menjadi tetap rendah hati seperti padi. Karena rasanya sulit sekali untuk menakhlukkan roh kesombongan ini.

Aku juga belum sempurna. Sering kali aku jatuh dalam dosa ini. Tapi setiap kali aku sombong, aku langsung ingat aku ngak mau ditampar dulu sama Tuhan, baru jadi rendah hati. Please help me oh God.